Seorang peternak memiliki tiga puluh ekor ayam di kandangnya. Suatu hari ia mengambil seekor, kemudian mengamati ciri-cirinya. Bulunya putih, paruhnya kuning pucat, gelambirnya merah menyala dengan berat tubuhnya tepat dua kilogram.
Kemudian satu ekor ayam itu dipotong oleh si peternak. Pertanyaannya, berapa ekor ayam yang tersisa di kandang? Tentu jawabannya 29 ekor mudah sekali, soal ini memang untuk anak-anak. Hehehe.
Pertanyaan bagi orang dewasa adalah, dari 29 ekor sisanya itu, berapa persen kemungkinan si peternak akan menemukan ayam pertamanya kembali? Yaitu ayam berbulu putih, paruhnya kuning pucat, gelambirnya merah menyala dengan berat tubuhnya tepat dua kilogram.
Kelihatannya tidak sulit bagi dia menemukan ayam dengan ciri-ciri seperti itu. Apalagi ia punya 29 ekor, besar kemungkinan ia akan menemukan kembali ayam pertamanya dalam kandang tersebut.
Benarkah demikian? Ternyata tidak. Karena sebenarnya kemungkinan ia menemukan ayam pertama itu adalah nol persen. Tidak akan pernah. Mengapa demikian?
Karena ayam pertama sudah dipotong. Maka ia tak akan kembali lagi selamanya. Memang mudah bagi si peternak menemukan seekor yang sangat mirip dengan ciri-ciri di atas, tapi tetap saja itu adalah ayam kedua. Bukan ayam yang pertama tadi.
Bahkan seandainya di kandang itu ada seribu ekor ayam, tetaplah tidak ada satupun di antara mereka yang merupakan ayam pertama. Sekali lagi, ayam pertama itu telah mati.
Seribu ekor ayam di kandang tersebut hanya mirip saja. Sejatinya tetap saja bukan ayam pertama. Ayam yang sudah mati tak akan bisa hidup kembali.
Demikianlah ilusi yang kadang menghinggapi kita. Meski sama-sama ayam, bahkan secara fisik cirinya benar-benar sama, tidak berarti kemudian ayam-ayam tersebut adalah hewan yang sama.
Terkadang kita memberi maklum pada diri sendiri jika hari ini ibadah kita melunak. Karena esok kita masih menemui hari Ramadhan pula.
Benarkah demikian? Ternyata tidak. Karena sebenarnya kemungkinan kita menemukan kembali hari ini adalah nol persen. Tidak akan pernah. Mengapa demikian?
Karena hari ini sudah berlalu. Maka ia tak akan kembali lagi selamanya. Memang mudah bagi kita menemukan esok yang sama-sama hari Ramadhan, tapi tetap saja itu adalah hari esok. Bukan hari yang ini tadi.
Bahkan seandainya kita diberikan Ramadhan sebanyak seribu hari, tetaplah tidak ada satupun di antara mereka yang merupakan hari ini. Sekali lagi, hari ini telah pergi. Sampai kiamat pun tak akan kembali.
Jangan tertipu dengan ilusi yang kadang menghinggapi kita. Meski sama-sama hari Ramadhan, bahkan secara penyebutan dibuat dengan nama yang sama semisal senin, selasa, rabu, hingga minggu, seolah berulang-ulang terus, tidak berarti kemudian hari-hari tersebut adalah hari yang sama.
Hargai Ramadhan hari demi harinya. Karena jika hari ini pergi, esok yang akan datang adalah hari yang baru.
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.”
(Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)
🌻 Semoga Bermanfaat & Menginspirasi
https://t.me/joinchat/AAAAAEBaFHlvgAbKPP8V0g
Tidak ada komentar:
Posting Komentar